Friday, 31 August 2012

Masjid Sulthoni Plosokuning (Masjid Pathok utara)


Masjid ini berada di Desa Minomartani, Kec. Ngaglik, Kab. Sleman, DI Yogyakarta, untuk menuju kesana anda tinggal mengikuti jalan kaliurang km 9 sebelum lampu merah ada pertigaan belok ke timur dan cari perempatan yang ada 4 penunjuk arah dan belok ke arah minomartani keselatan,dan lurus terus mengikuti alur jalan anda akan menemukan masjid ini.
  
Masjid ini dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono III yang merupakan ayahanda P. Diponegoro, Masjid Pathok Negoro Plosokuning bermula dari riwayat Amangkurat IV sebagai Raja Mataram Islam yang memerintah pada tahun 1719-1727 M. Beliau memiliki tiga orang putra yakni, Raden Mas Ichsan, Pangeran Adipati Anom, serta Pangeran Mangkubumi. Pangeran Adipati Anom menjadi Raja dengan gelar Pakubuwono II dengan ibu kota Surakarta Hadiningrat (1727-1749 M). Sesudah terjadi perjanjian Giyanti pada tahun 1755 M, Pangeran Mangkubumi (saudara muda Pakubuwono II) diangkat menjadi Raja Ngayogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I dengan ibu kota Ngayogyokarto Hadiningrat (1755-1792 M). Sesudah Sultan Hamengku Buwono I wafat, kemudian digantikan oleh Sultan Hamengku Buwono II, yang memerintah pada tahun 1792-1812. Lalu diganti oleh Hamengku Buwono III yang memerintah pada tahun 1812-1814. Beliau adalah ayahanda pangeran Diponegoro. Pada masa pemerintahan Sultan inilah, Masjid Besar Plosokuning didirikan, yaitu ketika Kyai Raden Mustafa (Hanafi I) menjadi Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang berkedudukan di Plosokuning.
Masjid Pathok Nagari Sulthoni Plosokuning berdiri di atas tanah Kasultanan Yogyakarta seluas 2.500 meter persegi. Pada saat didirikan, bangunan masjid hanya seluas 288 m2, tetapi setelah pengembangan bangunan masjid berkembang menjadi seluas 328 m2. Di antara kelima Masjid Pathok Nagari milik Keraton Yogyakarta, Masjid Pathok Nagari "Sulthoni" di Plosokuning adalah bangunan yang paling terjaga kelestariannya sehingga dinobatkan menjadi cagar budaya oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI.

Arsitektur masjid ini masih mempertahankan bentuk aslinya, dengan kolam ikan yang mengelilingi bagian depan masjid ini semakin memperindah dan membuat nyaman siapa saja yang malaksanakan ibadah dimasjid ini, warga disana pun juga sangat ramah, namun arsitektur tradisionalnya pun telah banyak mengalami perubahan dan salah satu penyebab semua itu adalah masuknya arsitektur modern di Indonesia. Hal di atas juga berpengaruh terhadap Masjid Pathok Nagari yang ada. Pada bagian lantai masjid dahulu diplester biasa dengan menggunakan semen merah, kemudian pada tahun 1976 lantai masjid ini diganti dengan tegel biasa. Begitu juga dengan daun pintu dan temboknya dilakukan penggantian pada tahun 1984.
 Dulu tembok dinding masjid setebal 2 batu, namun karena terkikis terus menerus sekarang tinggal 1 batu. Dahulu pintu masjid hanya ada satu dan sangat rendah yang menyebabkan ruang masjid menjadi gelap. Pintu yang rendah ini dimaksudkan agar setiap orang yang masuk masjid hendaknya menunduk dan menunjukkan rasa tatakrama serta sopan santun terhadap masjid. Keadaan demikian menyebabkan ruangan di dalam masjid menjadi gelap, sehingga pada tahun 1984 ditambah pintu masuk masjid menjadi 3 bagian serta ditambah jendela di ruang dalam masjid.

Tahun 2000 Masjid Plosokuning mengalami renovasi pada 4 tiang utama dan beberapa elemen lainnya. Pada tahun 2001, Dinas Kebudayaan Provinsi DIY kembali mengalami renovasi masjid pada bagian serambi dan tempat wudhu. Pada tahun ini pula masyarakat secara swadaya mengganti lantai tegel masjid dengan keramik, memasang konblok di halaman serta mendirikan menara pengeras suara. 

Di masjid ini ada tiga bagian undakan, tiga undakan pertama menunjukkan tiga elemen yakni Iman, Islam, dan ikhsan. lima undakan kedua menunjukkan bahwa rukun islam ada lima, dan enam undakan ke tiga bertujuan menunjukkan bahwa rukun uman ada enam, Masjid Pathok Nagari mempunyai ciri beratap tajuk dengan tumpang dua. Mahkota masjid juga mempunyai kesamaan, yakni terbuat dari tanah liat dan atap masjid terbuat dari sirap. Perbedaan jumlah tumpang menandakan bahwa masjid pathok nagari lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan masjid Agung Yogyakarta yang mempunyai atap tajuk bertumpang tiga. Ciri-ciri lain dari kekhasan Masjid Pathok Nagari ini adalah pada masing-masing masjid terdapat kolam keliling, dua kolam dengan kedalaman 3 meter, Setiap orang yang akan memasuki masjid harus bersuci terlebih dahulu di kolam itu. Makna lain dari 2 kolam ini adalah apabila kita menuntut ilmu haruslah sedalam-dalamnya. Saat ini kolam tersebut juga digunakan untuk memelihara ikan serta untuk mencuci kaki sebelum masuk ke masjidpohon sawo kecik dan terdapat mimbar yang ada di dalam masjid.

Dari kelima masjid yang ada, hanya Masjid Pathok Nagari Plosokuning saja yang sampai saat ini masih mempertahankan bentuk aslinya. Keaslian Masjid Pathok Nagari Plosokuning dapat terlihat pada bagian atap di mana di atasnya terdapat mahkota gada bersulur yang terbuat dari tanah liat, dan sampai sekarang masih terpasang di puncak atap masjid. Dulu, penutup atap masjid menggunakan sirap namun atap sirap ini kemudian diganti dengan genteng pada tahun 1946.
  
Pada momen-momen tertentu, di masjid ini juga dilaksanakan kegiatan keagamaan yang diikuti oleh keluarga keraton, semisal tradisi Bukhorenan. Tradisi ini sudah menjadi bagian dari tradisi keraton yang lestari hingga sekarang. Maksud dan tujuannya tidak lain adalah untuk mengkaji ajaran dan tuntunan Nabi dengan membaca dan memahami hadist-hadist yang terdapat dalam Sahih Bukhari

Foto     : Muhammad Husein
sumber : pengalaman penulis, jogjatripwijna

2 comments:

  1. Pengen nih kemasjid ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. masjidnya keren loo, gak nyesel ko' dateng kesini sekalian wisata rohani :)

      Delete

Yok kita nimbrung disini