Saturday 8 September 2012

Masjid Pathok Nurul Huda Dongkelan (dongkelan kauman)

Bulan puasa memang bulan yang penuh berkah, alhamdulillah puasa kemarin aku telah berhasil menyelesaikan targetku salah satunya menemukan dan mengunjungi semua masjid pathok nagari yang ada, salah satunya ya masjid ini, Masjid Pathok Nurul Huda Dongkelan, awalnya agak susah untuk mencari jalan menuju masjid ini, karna idak adanya penunjuk arah untuk menuju masjid ini, tidak seperti di masjid pathok babadan, letaknya pun berada di dalam gang gang kecil, namun mobil masih bisa masuk.
Masjid Nurul Huda Dongkelan ini
terletak di desa Kauman, tepatnya di dusun Dongkelan, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibangun tahun 1775 dan dipimpin oleh Kyai Syihabudin, beliau merupakan seorang yang memenangkan sayembara yang diadakan oleh pangeran mangkubumi yang mencari seorang pengawal dengan kesaktian yang tinggi, dan ilmu agamanya yang kuat, yang cocok untuk mengelolanya, kyai syihabudin pun diangkat sebagai penghulu mengelola masjid di atas tanah perdikan (Tanah Bebas Pajak) Desa Dongkelan.

Masjid ini katanya pernah habis ludes dibakar oleh tentara penjajah belanda, saat itu masih perang jawa ( 1825-1830M ) yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, beliau merupakan putra dari Sultan Hamengkubuwono III. Pihak belanda menganggap bahwa tempat ini merupakan kumpulan dari para pemberontak yang ingin melawan belanda. Kemudian setelah perang usai, pihak keraton bersama masyarakat sekitar dongkelan membangun kembali Masjid Nurul Huda ini.

Masjid ini masih tetap sederhana jika dibandingkan dengan masjid patok yang lain, dan masih berfungsi sebagai tempat ibadah, walaupun keberadaannya kurang lebih 230 tahun'an masjid ini tetap terasa istimewa, karna jogja memang istimewa sih hhe .

awalnya bangunan masjid tidak begitu luas dan hanya beratapkan ijuk. Namun, kesederhanaan tersebut tidak menyurutkan niat masyarakat Dongkelan untuk beribadah dan memperdalam ilmu keagamaan dan “kanuragan”. Awalnya (1830-an), bagian inti masjid dibangun lagi dari puing puing kehancuran akibat dibakar oleh Belanda di masa Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Kemudian, mengacu pada tulisan di saka guru serambi masjid berbahan kayu jati yang menunjukkan angka 1948, dimulailah renovasi Masjid Nurul Huda Dongkelan tahap berikutnya.

Namun, luas bangunan masjid praktis tak banyak berubah setelah renovasi itu. Pada tahun 1950-an, Masjid Nurul Huda Dongkelan akhirnya tak lagi digunakan untuk basis pertahanan Keraton Yogyakarta. Masjid ini kemudian lebih banyak digunakan masyarakat sekitar untuk beribadah, mengaji, memperdalam ilmu keagamaan, dan tempat peringatan hari-hari besar Islam, seperti Idul Fitri.





Untuk menuju masjid ini lumayan membingungkan, jika kita tidak tau daerahnya, apalagi jika kita orang baru yang datang ke jogja, sebenarnya menuju masjid ini ada banyak pilihannya namun yang paling mudah melalui pasar hewan dan tumbuhan pasty ke selatan ke perempatan ringroad selatan madukismo lalu menuju ke barat tandai tempat jika melewati jembatan dan setelah menemui perempatan yang ada masjidnya putar balik ke arah timur, kalau mau mepet mepet pinggir jalan dari perempatan madukismo sih deket tapi lebih amannya pakai jalan putar balik aja :D,  setelah itu cari jalan yang ada tulisan di gapuranya dusun senggotan, tepatnya sebelum jembatan / barat jembatan yang sudah dilewati tadi, ikuti jalannya ke utara sampai ada pertigaan ke utara lagi ikuti terus dan nyampe deh :D.

Foto      :  Muhammad Husein
Sumber :  pengalaman pribadi, bujangmasjid

2 comments:

  1. Masih kontroversi keberadaan masjid pathok negara di DIY ada 4 ataukah 5, tapi saya yakin kalau masjid ini salah satunya diantara yang 4 tersebut, karena masih keturunan dari beliau Kiayi Sihabudin

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas, memang salah satu masjid pathok dulu sempat hancur dan didirikan lagi.

      Delete

Yok kita nimbrung disini